Perilaku bullying menjadi salah satu tindakan negative yang menganggu mental anak. Pernyataan ini disampaikan oleh France Abednego Tiran selaku Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak pada Dinas P3A Provinsi NTT dalam kegiatan Workshop Berbagi Praktik Baik Upaya Pencegahan dan Perlindungan Anak di Pulau Sumba (Waikabubak, 15-16/11). Kehadiran Frans untuk mewakili Pemerintah Provinsi NTT.
Menurut Frans, bullying terjadi atas ketidaksiapan orangtua dan keluarga dalam mengontrol anak mengakses sosial media. Kehadiran alat digital sebenarnya membantu kita untuk melihat dunia yang lebih luas, namun jika tidak dikontrol penggunaannya dapat berdampak pada perilaku, sikap dan pengetahuan pengguna. Terkhususnya anak!. Rata-rata aksi bullying ditemukan pada satuan pendidikan. Jika bullying dilakukan secara terus menerus, maka dapat berdampak buruk pada mental anak. Anak dengan ketidaksiapan dalam bersosialisasi dan penerimaan diri serta lingkungan dapat melakukan aksi diluar dari dugaan kita. Sebagaimana pernah kita dapati anak nekad bunuh diri akibat dibully.
Pada bulan Agustus 2023, Kemenristek RI telah menerbitkan Permen Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Dalam Lingkungan Satuan Pendidikan di Indonesia. Bukan tidak mungkin, diterbitkan kebijakan ini untuk mencegah aksi bullying yang sering terjadi di lingkungan sekolah, ujar Frans. Saya mengajak kita semua terutama pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mencegah aksi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di komunitas. Salah satu cara untuk mencegah dengan mengontrol penggunaan gadget atau HP pada anak. Ditambahkan oleh Frans bahwa mitigasi utama dapat dimulai sejak usia dini. Orangtua perlu melakukan pemetaan kebutuhan terhadap anak sehingga mengetahui lebih awal kepeminatan, ketertarikan, dan passion anak.
Menutup perbincangan, dirinya menghimbau kepada semua orangtua atau pengasuh, agar tidak melihat anak dari prespektif orang dewasa. Untuk mengetahui kebutuhannya, orangtua harus duduk dan diskusi dengan mereka. Mereka memiliki kebutuhannya sendiri. Kita hanya perlu mendukung dan memotivasi agar tumbuh rasa percaya diri dan menerima diri mereka sebagai anak yang berdaya. Orangtua adalah arsitek untuk anak. Dalam arti, semua perilaku kita akan ditiru oleh anak dimasa mendatang. Oleh karenanya, orangtua harus bisa memperlihatkan dan menerapkan perilaku positif dalam lingkungan keluarga dan komunitas. Dan patut diingat, bahwa penting untuk memproteksi anak, dari penggunaan sosial media. Kebijakan bersosmed wajib diaplikasi dalam keluarga.