Isu stunting menjadi topik umum dihampir semua Kota/ Kabupaten di provinsi NTT. Tahun 2023 Pemerintah Provinsi berupaya untuk menekan jumlah anak stunting hingga 14% atau mendekati target RPJMD provinsi NTT mencapai 12-10 persen. Target penurunan juga ditetapkan oleh pemerintah daerah. Salah satunya adalah Kabupaten Sumba Barat, yang menargetkan penurunan stunting dibawah target nasional (14%) hingga tahun 2024. Angka tersebut sama dengan target nasional.
Target ini mendorong Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Sumba Barat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Stimulant Institute untuk menjangkau 1.105 kader dari 221 posyandu di 63 desa. Kolaborasi ini untuk memberikan refresh kepada kader posyandu terkait pemantauan tumbuh kembang anak dan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA). Refresh kader posyandu (8-13/5) dilaksanakan tingkat kecamatan, dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan dari RS Lende Moripa dan tenaga gizi dari 10 Puskesmas. Harapannya informasi yang diperoleh dipahami dan diterapkan saat layanan posyandu dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Keterlibatan Stimulant Institute erat kaitannya dengan pelaksanaan program Maternal Newborn Child Health and Nutrition (MNCHN) atau KIA di desa intervensi. Konseling PMBA dan pemantauan MTBS melalui pendekatan kunjungan rumah menjadi sumber informasi pendukung kegiatan ini.
Hortensia Tefa (P) kepala bidang kesehatan masyarakat (kesmas) pada Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa refresh ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pedoman pengelolaan posyandu dan pelaksanaan PMT sesuai usia anak. “hasil monitoring posyandu dan PMT pada tahun sebelumnya, kami menemukan bahwa masih ada kader yang belum menerapkan langkah-langkah penimbangan sesuai anjuran, begitu juga dengan pelaksanaan PMT. Makanan yang diberikan kepada anak teksturnya tidak sesuai usia anak, tentunya dapat menyulitkan anak untuk memegang ataupun mengunyah”, ujar Horten saat ditemui dalam kegiatan refresh kader di kecamatan Wanokaka (12/5).
Dijelaskan lebih lanjut oleh kabid kesmas bahwa untuk memastikan pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai anjuran, perlu dilakukan monitoring terintegrasi dengan keterlibatan Dinas terkait termasuk NGO/ LSM. Hasil monitoring ditindaklanjuti melalui rekomendasi dan perencanaan oleh Dinas terkait. “Sejak tahun 2022, selain PMT upaya penanganan stunting telah dilakukan melalui peran Orangtua Asuh. Satu perangkat daerah mengasuh anak stunting di 3-4 desa/ kelurahan. Praktik nyata ini telah berkontribusi terhadap penurunan angka stunting sebesar 16,2 persen” (Per Februari 2023), ujarnya menutup pembicaraan.
Ditempat yang sama, Kepala Puskesmas Weekarou Yumiati Tuwa Ringu, S.Kp, Ns menyebutkan bahwa “stunting tidak bisa hanya ditangani oleh nakes saja. Semua orang harus ambil bagian. Jika hanya nakes saja maka masalah stunting tidak akan selesai. Ibarat batu tungku, kalau hanya satu batu, maka wadah diatasnya akan jatuh.” Lanjutnya, praktik PMT yang dilakukan oleh Puskesmas Weekarou (2022) menjadi rujukan Dinas PMD untuk bekerja sama dengan pihaknya. Focus kerjasama pada penerapan siklus menu PMT. Menu tersebut telah disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan di desa dan kabupaten. “Keterbatasan tenaga gizi di Puskesmas mengharuskan saya memikirkan strategi untuk efektifitas waktu dan tenaga. Kami menggunakan platform WA sebagai media berbagi dan diskusi pelaksanaan siklus PMT. Memilih media diskusi bersama orangtua, dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah dan kesediaan perangkat komunikasi. Tantangan dalam pelaksanaan PMT adalah keberlanjutan karena selama ini pengelolaan dilakukan oleh kader. Tidak bisa jika pengelolaan menu hanya dilakukan oleh kader atau tenaga gizi. Orangtua harus dilibatkan sehingga dapat dipraktikan ditingkat rumah tangga”, tuturnya menutup pembicaraan.