Morotai, 27 Juni 2025. Dalam upaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendukung keberlanjutan pembelajaran anak usia dini, Stimulant Institute bersama Save the Children Indonesia melalui Program KREASI menggelar Lokakarya Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. Bertempat di Aula Hotel Perdana, kegiatan selama dua hari (26-27/6) dihadiri oleh guru kelas satu dari 20 SD serta pendidik dari 8 PAUD yang menjadi bagian dari intervensi program KREASI di Kabupaten Pulau Morotai. Lokakarya ini menjadi ruang refleksi sekaligus pembekalan strategi praktis bagi para pendidik, untuk memastikan anak-anak dapat menjalani transisi dari PAUD ke SD secara mulus, bertahap, dan sesuai perkembangan usia mereka.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pulau Morotai, Muhammad Basri Sabadar, membuka acara dengan semangat kolaborasi. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya kerja bersama antara pendidik PAUD dan SD untuk menciptakan sistem pembelajaran yang berkelanjutan.
“Dengan membangun kolaborasi dan menambah ilmu, kita bisa lebih siap menyambut anak-anak memasuki jenjang sekolah sesuai usianya. Mari terus berbagi dan belajar bersama, karena itulah kunci menciptakan perubahan yang konsisten dan berkelanjutan,” ujarnya.
Salah satu sesi utama diisi oleh Dr. Rosita Wondal, fasilitator dari Universitas Khairun Ternate, yang mengangkat pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan di awal jenjang sekolah dasar. Ia menekankan bahwa proses belajar anak usia dini harus bersifat fleksibel dan menyenangkan. “Tidak ada anak yang bodoh, mereka hanya butuh lebih banyak waktu untuk belajar,” tegas Rosita. Ia menambahkan bahwa anak usia delapan tahun masih berada dalam tahapan usia dini secara psikologis, sehingga pendekatan pembelajaran harus berbasis bermain yang bermakna, bukan tekanan akademik.
Rosita juga meluruskan miskonsepsi yang masih sering terjadi di masyarakat. Dalam kurikulum PAUD, anak-anak tidak diwajibkan untuk bisa membaca, menulis, atau berhitung. Yang terpenting adalah kemampuan fondasi seperti kemandirian, kemampuan sosial-emosional, dan keingintahuan yang akan menopang proses belajar di jenjang SD.
Sesi selanjutnya dipandu oleh Dr. Agustan Arifin, akademisi dari Universitas Khairun Ternate, yang menekankan pentingnya peran asesmen awal kelas untuk memahami kebutuhan belajar setiap anak. Asesmen ini dilakukan melalui observasi perilaku dan interaksi anak dalam konteks keseharian mereka di kelas. Guru diajak menyusun rencana pembelajaran berbasis asesmen, yang relevan dengan kemampuan dan kesiapan anak. Tidak hanya itu, peserta juga merancang Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan pendekatan inovatif: tiga hari pengenalan, tiga hari pembelajaran bertahap. Strategi ini bertujuan untuk membangun rasa aman, percaya diri, dan keterhubungan emosional anak dengan lingkungan barunya di SD.
Seminar ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritis, tetapi juga mengajak peserta untuk berlatih merancang pembelajaran yang berpihak pada anak. Melalui diskusi kelompok, simulasi, dan perancangan rencana aksi, para guru didorong untuk mengintegrasikan pendekatan transisi ke dalam praktik mengajar mereka secara konsisten.
Dengan semangat kolaboratif dan strategi berbasis kebutuhan anak, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah nyata dalam membangun transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, adaptif, dan berkelanjutan demi memastikan setiap anak mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna sejak hari pertama di Sekolah Dasar. (SI/Red)