25 Juli 2025 /
365 Viewers

Dorong Perda Perlindungan Anak, Morotai Bergerak Hadapi Maraknya Kekerasan

Morotai, 25 Juli 2025 – Anak adalah aset masa depan, namun di Kabupaten Pulau Morotai, masa depan itu masih menghadapi banyak tantangan. Kekerasan terhadap anak masih marak terjadi, bahkan di lingkungan yang seharusnya aman seperti rumah dan sekolah. Menyikapi kondisi ini, Stimulant Institute melalui program KREASI melakukan advokasi kepada DPRD Kabupaten Pulau Morotai untuk memperkuat sistem dan kebijakan perlindungan anak yang berbasis pada konteks lokal dan pembelajaran kolektif.

Dalam pertemuan strategis yang digelar bersama DPRD, Stimulant Institute menekankan pentingnya mempercepat finalisasi Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga operasional dan aplikatif hingga ke tingkat desa. Upaya ini menjadi semakin mendesak di tengah mencuatnya kasus kekerasan seksual oleh seorang kepala sekolah serta meningkatnya percobaan bunuh diri di kalangan anak dalam beberapa tahun terakhir.

Berbagai kasus yang terjadi menunjukkan lemahnya deteksi dini dan respons cepat terhadap kekerasan. Banyak kasus kekerasan di rumah maupun di sekolah luput dari perhatian karena tidak dilaporkan. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan anak tidak bisa hanya bergantung pada instrumen hukum, tetapi juga harus ditopang oleh sistem pembelajaran sosial yang adaptif dan inklusif.

DPRD Morotai dalam diskusi mengakui bahwa lemahnya regulasi di tingkat masyarakat menjadi salah satu hambatan utama. Peraturan yang ada belum tersosialisasi secara merata dan belum menjangkau tokoh-tokoh kunci seperti pemuka agama dan adat yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk norma sosial. Untuk itu, DPRD menekankan bahwa Perda yang sedang disusun harus menggunakan pendekatan kontekstual mengakar pada bahasa dan budaya lokal agar lebih mudah dipahami dan diterapkan masyarakat.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, yang hadir dalam pertemuan tersebut, menyampaikan pentingnya menyampaikan pesan perlindungan anak dengan bahasa yang mudah dipahami dan dekat dengan masyarakat.

“Undang-undang nasional memang sudah bagus, tapi bahasanya sering berat. Pemerintah daerah harus memakai pendekatan lokal agar masyarakat benar-benar mengerti dan mau terlibat,” ujar Dian.

Ia juga mendorong percepatan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Saat ini, meski Peraturan Gubernur sudah tersedia, pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) UPTD PPA belum direalisasikan. Padahal, lembaga ini memiliki peran krusial dalam menangani kasus kekerasan secara profesional dan memastikan pemulihan korban berjalan sesuai standar.

Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, program KREASI mengusulkan pembentukan desa binaan sebagai model edukasi, literasi, dan perlindungan anak berbasis masyarakat. Desa binaan ini akan menjadi laboratorium sosial untuk menguji efektivitas sistem perlindungan anak secara nyata, sebelum diperluas ke wilayah lain di Morotai.

Melalui pendekatan ini, perlindungan anak tidak hanya menjadi urusan pemerintah atau lembaga tertentu, melainkan menjadi gerakan sosial yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Edukasi dan literasi mengenai hak-hak anak, pola asuh tanpa kekerasan, serta penanganan kasus akan menjadi bagian dari proses pembelajaran berkelanjutan di desa-desa tersebut.

DPRD Kabupaten Pulau Morotai menyatakan komitmennya untuk mendukung penyusunan Perda Perlindungan Anak yang operasional dan menjangkau seluruh elemen masyarakat. Harapannya, Perda ini tidak hanya menjadi dokumen hukum, tetapi juga menjadi alat transformasi sosial yang menjadikan Morotai lebih ramah anak dan bebas dari kekerasan.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, tokoh lokal, dan lembaga negara seperti KPAI menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem perlindungan anak yang efektif. Dengan mengedepankan pembelajaran berbasis komunitas dan pendekatan kontekstual, Morotai berpeluang menjadi percontohan daerah yang benar-benar menempatkan anak sebagai prioritas pembangunan. (SI/Red)