Sebagai bagian dari pengembangan kapasitas staff dilingkungan Stimulant Institute, pada tanggal 10 Maret 2023 berlangsung sebuah diskusi yang membahas Teori Gunung Es dan Apa relevansinya dalam pengembangan program dan masyarakat. Teori yang dikembangkan oleh Otto Scharmer (2018), sudah sering didengar dalam berbagai ruang diskusi dalam menilai sebuah fenomena sosial yang terjadi disekitar kita. Fenomena sosial sering dilihat sebatas fakta, apa yang sudah dan sedang terjadi. Seringnya, respon kita terhadap fakta cenderung dibatasi dalam ruang tindakan yang reaktif tanpa menyelami lebih dalam akar atau sumber masalahnya. Alhasil, fakta sosial yang menjadi akar masalahnyapun tidak pernah tersentuh dan terjadi kembali. Karena, kapasitas dan kualitas respon kita hanya berkontribusi lebih kurang 12 persen dalam menyelesaikannya, sementara 88 persen sumber masalah tidak tersentuh karena berada di lapisan-lapisan berikutnya. Teori Gunung Es memberi kita sebuah kerangka kerja yang menuntun bagaimana mengenali sebuah masalah sampai pada sumber masalahnya melalui alur pikir: (1) FAKTA, (2) POLA DAN TREND, (3) STRUKTUR PENYEBAB, (4) MENTAL MODEL. Lingkungan kerja yang kompleks (rumit), seringkali membuat tindakan kita sering tidak sistematis dalam mengambil tindakan, karena didorong oleh keinginan yang instant dalam menyelesaikan sebuah masalah. Padahal untuk sampai pada tindakan yang solutif membutuhkan sebuah tindakan sistematis dan logis. Kerangka kerja Teori Gunung Es dapat membantu kita mengatasi tindakan-tindakan instant. Jika sumber masalahnya sudah ketemu, tindakan apa selanjutnya? Kerangka kerja Teori Gunung Es memberi kita strateginya. Bahwa untuk menyelesaikan sebuah buah masalah harus dimulai dari menyentuh mental modelnya (paradigma, perspektif, keyakinan), pada tahap ini kita sedang melakukan sebuah tindakan RETHINKING. Jika masalah mental modelnya sudah selesai, kita bisa beranjak pada tahapan REDESIGNING, tindakan ini membantu kita menyusun program atau kebijakan yang berorientasi pada sebuah tatanan yang diinginkan (apakah itu berhubungan tradisi, budaya, kebiasaan) agar berkontribusi pada penyelesaian masalah. Tahapan selanjutnya REFRAMING, kerangka ini diperlukan dalam membingkai kembali sebuah fakta dengan sebuah sudut pandang yang lebih positif yang memberi indikasi masalah mental modelnya sudah teratasi dan sudah tersedia program/kebijakan, dan tahapan terakhirnya REACTING, pada tahapan ini bahwa apapun yang menjadi tindakan kita sudah melewati tahapan-tahapan tindakan untuk mengatasi akar masalahnya. Kesimpulannya, Teori Gunung Es, bisa menjadi tools untuk menilai atau memastikan level program desain atau program intervensi berada(Redaksi SI).